Bidang Lahan Pertanian Itu Terus Menyusut
Opini : Bidang Lahan Pertanian Itu Terus Menyusut. Mensikapi Ancaman Krisis Pangan Global

Menurut catatan, selama dekade terakhir lahan pertanian terus mengalami penyusutan mulai dari 30 ribu hektar, 110 ribu hektar hingga 150 ribu hektar. Terakhir laporan Kementarian Pertanian RI tahun 2020 menyebutkan bahwa alih fungsi (konversi) lahan pertanian untuk penggunaan non pertanian telah mencapai sekitar 600 ribu hektar.
Penggunaan terbesar adalah untuk kawasan pemukiman sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kemudian disusul untuk infrastruktur, kawasan perdagangan dan industri. Dari lahan baku teknis pertanian yang telah di tetapkan sebesar sekitar 7,8 juta hektar saat ini diperkirakan tinggal 7,1 juta hektar.
Meskipun telah di tetapkan berbagai regulasi mulai dari UU Pokok Agraria (UUPA), UU Penataan Ruang (UUPR), UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (UU LP2B), regulasi tentang Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan aturan turunannya serta Perda RTRW yang mengakomodir LP2B, ternyata tidak mampu melindungi dan mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan non pertanian.
Belum lagi dengan ditetapkannya UU Cipta Kerja terutama terkait dengan UU LP2B patut diduga bersifat kontradiktif karena atas nama pengembangan investasi atau Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui uraian pengecualian terbuka lebar celah dimungkinkannya alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan non pertanian.
Upaya pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI melakukan pencetakan sawah di luar Pulau Jawa dan Bali nampaknya belum mampu mengimbangi derasnya alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan non pertanian. Kecenderungan semakin meningkatnya alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan non pertanian akan berimplikasi pada terganggunya ketahanan pangan nasional dari sisi penyediaan pangan melalui produksi dalam negeri.
Terlebih program peningkatan penyediaan pangan nasional melalui pengembangan lumbung pangan nasional _( food estate)_ berbasis korporasi petani di beberapa provinsi sejak digulirkan pada tahun 2020 dan masuk sebagai PSN serta sekaligus dimaksudkan untuk mengatasi ancaman krisis pangan global hingga kini belum memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Diluar alih fungsi lahan perranian untuk penggunaan non pertanian, degradasi dan fragmentasi lahan pertanian serta perubahan iklim global ekstrim dan status _peasant_ petani adalah persoalan lain yang juga akan mempengaruhi penguatan ketahanan pangan nasional. Hal ini harus diantisipasi karena ketidakmampuan suatu negara menyediakan pangan dalam jumlah dan kualitas yang memadai bagi penduduknya akan dapat mempengaruhi stabilitas pertahanan dan keamanan nasional.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI dan BAPANAS RI tetap fokus dan bertumpu untuk mengelola dengan baik program-program yang selama ini menjadi andalannya yakni program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi konsumsi pangan yang berbasis pada potensi pangan lokal. Melalui program intensifikasi Kementerian Pertanian RI dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) padi dan mengembangkan usaha tani terpadu berbasis konservasi. Dengan program ekstensifikasi Kementerian Pertanian RI dapat melanjutkan dan meningkatkan program pencetakan sawah yang lebih berkesesuaian dengan Zonasi Agro Ekologi (ZAE) dan dalam lingkup domisili atau sehamparan dengan petani.
Sementara itu BAPANAS RI dapat lebih mengoptimalkan program penganekaragaman konsumsi yang mengandalkan pada potensi pangan lokal sebagai sumber karbohidrat, vitamin, mineral maupun protein baik hewani maupun nabati. Indonesia memiliki banyak keragaman biji-bijian non beras seperti jagung dan cantel/sorgum serta umbi-umbian yang sering disebut dengan polo gumantung, polo kesampar dan polo kependem seperti sukun, singkong, ubi jalar, ganyong, gembili dan iles-iles (porang). Juga sumber karbo hidrat non umbi seperti sagu yang memiliki areal pertanaman terluas di dunia.*(AC/ZQ)
Penulis : Asikin Chalifah (Ketua DPW PERHIPTANI YOGYAKARTA - Pembina Rumah Literasi (RULIT) WASKITA Kedungtukang, Brebes)
Comments (0)
Facebook Comments